Tuesday 30 October 2018

Story About Diandra 01

Temen-temen gue bilang katanya gue orang yang nggak bisa move on dari masa lalu, mereka bilang gitu soalnya gue sering cerita tentang orang-orang yang pernah deket sama gue dulu. Sebenernya bukan karena gue nggak bisa move on atau belum move on, justru karena gue udah move on jadi gue bisa cerita. Mungkin terdengar naive tapi gue berusaha untuk bersahabat dengan masa lalu. Atau banyak juga teman gue yang bilang kalo gue belum move on soalnya gue sering update kata-kata melow di sosial media. Gak gitu woy! Nah, buat beberapa dari kalian mungkin belum tau cerita tentang masa lalu gue kan? Mending gue cerita aja dulu.

Jadi ceritanya gini,


Namanya Dianda Nafira, suatu hari gue ngajak Diandra makan di suatu cafe di dekat Kridosono daerah Kotabaru Yogyakarta. Kami datang lalu memesan makanan dan tidak begitu lama makanan yang kami pesan pun diantarkan waiter ke meja kami, tetapi masih ada pesanan yang belum lengkap yaitu minuman dan dessertsnya. Waktu itu gue pikir waiternya cuma telat aja nganternya, tapi ternyata telatnya lama. Diandra sudah habis hampir setengah porsi makanan yang dia pesan lalu dia tersedak dan minuman yang kami pesan masih juga belum datang. Gue masih sibuk makan dan misahin daun seledri yang ada di makan gue, sekilas gue lihat raut mukanya mulai cemberut. Terus tiba-tiba dia berdiri lalu berjalan menuju ke arah kasir, dalam hati gue.


"Wahh.. Gawat nih, mau ngamuk nih kayanya gara-gara minumannya belum dateng. Duhh.. Harusnya tadi gue tahan dulu biar gue yang bilangin ke kasir atau waiternya."


Tapi dugaan gue salah dan apa yang gue lihat waktu itu seketika wajah Diandra berubah kembali segar normal seperti biasanya. Dan yang lebih diluar dugaan lagi dia justru tersenyum lalu berkata.


"Maaf mbak, mau minta tolong untuk pesanan di meja sembilan masih ada yang kurang minuman sama dissertnya belum."


"Ohh iya, saya cek dulu. Yang meja sembilan ya."


Jawab kasirnya sambil mencari nota pesanan yang sepertinya terselip atau berada diurutan yang salah dan membuat pesanan kami menjadi kurang lengkap. Dan setelah dicek memang benar ada kekeliruan, setelah selesai mengecek pesanan Diandra kembali duduk, dia tersenyum kepada mbak penjaga kasir sambil mengucapkan.

"Terimakasih." 


Dari kejadian itu gue baru sadar bahwa Diandra adalah perempuan yang bisa bersikap dengan baik disaat ada hal-hal yang sebenarnya membuatnya merasa jengkel. Dan dia adalah orang yang tidak pernah lupa mengucapkan kata maaf, tolong dan terimakasih kepada orang lain dalam keadaan apapun, meskipun bukan dia yang salah.
Mungkin hal itu terlihat sederhana atau biasa saja tapi buat gue Diandra luar biasa karena dalam kasus yang sama gue pernah juga ngajak cewek makan pizza disuatu tempat makan yang menunya spesialis pizza tapi waktu itu cewek yang gue ajak justru komplain karena rasa keju yang ada di pizzanya berbeda dari yang sebelumnya dia pernah beli ditempat yang sama. Dan saat itu gue ngrasa malu abis itu gue kapok nggak mau ngajak jalan cewek yang rewel cuma gara-gara keju.


Hal lain dari Diandra yang gue kagumi adalah dia bisa membuat orang lain bisa merasa bersalah tanpa dia harus marah-marah. Karena setelah dia minta cek nota pesanan di kasir nggak lama waiternya datang membawa pesanan kami dan meminta maaf dan memberikan tambahan float eskrim kepada kami sebagai tanda permintaan maaf karena kami nggak pesan eskrim sebenarnya. Kejadian ini bikin gue jadi belajar dari Diandra kalau untuk membuat orang lain menyadari kesalahannya tidak harus kita beritahu dengan sikap emosi atau kita marahi. Mungkin gue nggak bisa menemukan lagi perempuan yang sama persis seperti Diandra dan gue juga nggak akan membandingkan orang yang nantinya ada di masa depan gue dengan Diandra, tapi setidaknya gue sudah belajar dari masa lalu tentang bagaimana cara untuk bersikap lebih baik.
 

Nah, dari cerita inilah salah satu penyebab temen gue bilang kalo gue belum move on. Tapi sebenernya gue merasa beruntung pernah deket sama cewek seperti Diandra. Karena gue jadi bisa belajar bagaimana biar bisa bersikap lebih baik, buat anak introvert yang anti sosial seperti gue itu amazing!

Segini dulu, besok gue sambung lagi.

Thursday 18 October 2018

Jangan Pacaran Sama Temen! Ciri-Ciri Temen yang Nggak Boleh Dipacarin

Jangan pacaran sama temen sendiri! Pernah nggak denger kata-kata seperti itu? Pasti pernah kan dan pasti ada sekte pertemanan yang menganut paham kalo macarin temen sendiri itu pamali. Terus boleh nggak sih sebenenrnya pacaran sama temen sendiri? Kalo nggak, temen yang kaya gimana sih yang nggak boleh dipacarin? Hmm.. Masing-masing orang pasti punya pendapat yang berbeda-beda soal ini, ada yang setuju pacaran sama temen sendiri yang sudah kenal sebelumnya ada juga yang nggak setuju pacaran sama temen sendiri. Yang akan dibahas ditulisan ini adalah tentang pacaran sama temen, temen main satu geng, temen kerja, temen kuliah, temen sekolah, pokonya yang dari temen biasa sampai jadi temen hidup yang luar biasa.




“Terus menurut yang nulis sendiri setuju atau nggak kalo pacaran sama temen sendiri?”

Hmm.. Kalo pertanyaan ini gue jawab nanti diakhir aja ya. Nah sekarang gue mau kasih tips tentang ciri-ciri temen yang nggak boleh dipacarin. Okey, yang pertama.
 
  1. Jangan pacaran sama temen yang sejenis. Ini nggak boleh gaes, selain dilarang agama ini juga menyimpang dari norma dan kodrat hidup. Serem kan hubungan sejenis berasa kiamat makin deket aja, ya emang nggak mungin makin jauh juga sih. Terus yang kedua. 
  2. Jangan pacaran sama temen yang udah punya pacar. Jenis temen yang udah punya pacar nggak boleh dipacarin ya gaes, kan ksian itu pacaranya orang. Selanjutnya. 
  3. Jangan pacaran sama temen yang udah punya istri/suami. Ini nggak boleh banget ya gaes, yang udah punya pacar aja nggak boleh apa lagi yang udah punya keluarga sendiri bisa panjang urusannya. Cari yang masih single aja ya.

Nah, kira-kira gitu gaes ciri-ciri temen yang nggak boleh dipacarin. Gimana tips dari gue? Cukup solutif kan? hehee..

Okey, Sekarang gue mau flashback dulu, gue mau cerita tentang masa lalu gue sendiri tentang apa yang gue alami, tentang dilema berpacaran dengan teman sendiri. Jadi pada waktu itu, gue nggak tau pasti itu tahun berapa dan tanggal berapa yang pasti waktu itu gue jatuh cinta sama temen gue sendiri (temen apa nih? temen kuliah? temen sekolah? temen kerja) arrgh.. pokoknya temen sendiri lah. Ya namanya cinta kadang nggak terduga kapan jatuhnya dan jatuhnya ke siapa ya kan? 

Walaupun awalnya cewek yang gue taksir itu sama sekali bukan tipe yang gue idam-idamkan tetapi kenyataannya takdir berkehendak lain. Entah apa penyebabnya gue kurang tau pasti yang gue inget waktu itu gue sering ketemu dan makan bareng sama cewek yang gue taksir itu. Dari sering ketemu dan sering ngobrol itu lama-lama muncul perasaan nyaman dari ngobrol itu, karena pada dasarnya setiap orang saling membutuhkan telinga disaat mereka ingin bercerita tentang apa pun.  Dan dari situ gue jadi percaya kalo cinta itu tumbuh gaes, tumbuhnya cinta itu bisa terjadi karena dua individu yang terlibat saling menyesuaikan tapi kalo dua-duanya saling memenangkan egonya sendiri-sendiri mungkin cinta itu nggak akan tumbuh dengan baik. (Tsahh.. ngomong apa sih)

Tapi kisah cinta gue nggak semulus paha banci Thailand yang operasi plastik, di tengah perjalanan ada rintangan yang menghambat dan yang jadi penghambat itu adalah temen sendiri. Disaat gue semakin dekat sama cewek yang gue taksir itu sebut saja namanya Diandra(bukan nama sebenarnya) tanpa diduga, tanpa dinyana ada temen yang ngasih saran ke dia buat nggak pacaran sama gue. Jadi yang namanya cewek itu kalo dideketin cowok pasti ada beberapa dari mereka yang galau terus curhat sama temen cewek yang lain dan temennya yang lain itu sok-sokan ngasih saran atau nasihat bijak seolah-olah mereka benar-benar tau dan mereka sendiri yang alami. 

Dan secara nggak langsung saran yang sok bijak itu merugkan buat gue sekaligus menyakitkan karena temen-temen Diandra yang lain menyarankan dia buat nggak pacaran sama gue dengan alasan karena gue adalah temennya, temen deketnya. So what? Jadi kalo gue temennya terus gue nggak boleh punya pacar temen sendiri? Okey mungkin beberapa dari kalian yang baca juga ada yang berpendapat sama yaitu untuk tidak berpacaran dengan temen sendiri. 

Gue sendiri juga sempat berpikir seperti itu untuk tidak berpacaran dengan temen sendiri, alesannya karena kalo misal pacaran sama temen sendiri terus tiba-tiba ada masalah selama pacaran dan kemudian putus selain kalian kehilangan pacar kalian juga bakal kehilangan temen dan suasananya biasanya nggak akan sama lagi, jadi awkward. Tapi mana ada sih orang yang pacaran dan berharap putus, jadi kalo buat gue kenapa harus takut akan hal-hal yang belum terjadi dan sebenarnya juga kita tidak menginginkan hal itu terjadi kan. Dan kalo pun memang harus terjadi kan bisa coba buat ngomong baik-baik dan diselesaikan dengan cara yang baik kalo memang ada masalah.

Sama halnya seperti kata Raditya Dika di twitternya yang udah cukup lama sih itu di tahun 2014. Kalo kalian merupakan salah satu follower alaynya pasti kalian juga pernah liat twitnya.



Nah, bisa dilihat kan yang retweet sampai 11ribu lebih yang like sampai 1500an.

Dan akhirnya gue nggak jadi pacaran sama Diandra, padahal komunikasi antara kami berdua baik-baik saja dan tidak ada masalah yang cukup berarti. Jadi sebenernya nggak ada hubungannya kalo kalian pacaran sama temen atau sama temennya temen atau sama orang lain. Karena yang terpenting itu bukan masalah itu temen sendiri atau bukan tetapi bisa atau tidaknya menjalin komunikasi yang baik saaat memulai suatu hubungan, kenyataannya yang terjadi gue sama Diandra masih tetap jadi temen baik sampai saat ini  nggak ada saling benci, memusuhi, dendam atau pun awkward meskipun kami dulunya sempat dekat dan tentunya mengalami bermacam-macam masalah selama kedekatan kami terjalin.

“Lohh terus kok bisa tau kalo Diandra dikasi saran dari temennya?”

Kalo itu Diandra sendiri yang ngasih tau ke gue waktu itu.

*percakapan via telepon

Gue : Ndra, inget nggak waktu dulu kita deket, kenapa kita nggak pacaran aja?

Diandra : Hahaa.. Ohh yang waktu itu, dulu ada yang kasih aku saran buat nggak pacaran sama kamu Wan. Hehee..

Gue : Lohh.. Siapa? Kok bisa gitu? Jahat banget.

Diandra : Hahaa.. Jadi dulu tuh ceritanya gini.. (Stop. nggak perlu dilanjutin percakapannya sampai detail ya nanti jadi panjang, intinya gitu aja.)

Dan sebelum gue nulis ini gue juga sempet survey, nanya ke beberapa temen-temen gue yang lain tentang apakah mereka setuju punya pacar/pasangan dari temen sendiri? Jawaban dari mereka kebanyakan No, Absolutely No. Pertanyaan gue kenapa gitu? Padahal kan temen atau sahabat itu adalah orang yang paling dekat dengan kita dan seharusnya bisa lebih tau, lebih kenal karakter kita dan harusnya bisa jadi partner kita juga. Jadi kalo menurut gue jangan sampai omongan dari temen atau dari orang lain mempengaruhi perasaan. Dan jangan sampai juga karena gengsi atau malu itu temen sendiri terus takut bakal jadi omongan temen-temen yang lain kemudian perasaan yang jadi korbannya. 

Sama halnya kaya di cerita the miller his son and the donkey, tau kan ceritanya? kalo nggak tau googling deh. Karena apa pun itu, apa pun yang terjadi pasti akan menuai komentar dari orang lain. Jadi kalo kalian mungkin saat ini lagi deket sama temen sendiri atau mungkin lagi galau soal itu, coba dipikir dulu baik-baik deh karena nggak selamanya pacaran sama temen sendiri itu salah atau jadi masalah tapi memilih untuk tidak berpacaran dengan temen sendiri juga nggak salah karena mungkin ada suatu hal yang memang nggak bisa dipaksa bersama.

Okey kira-kira segitu aja sharing dari gue dan jawaban buat pertanyaan yang di atas tadi. Dan dibawah ini beberapa contoh pasangan yang sukses berpacaran dengan temen sendiri sampai mereka menikah.

    Ayudia Bing Slamet dan Ditto

    Jon Bon Jovi dan Dorothea Hurley 

    Habibie dan Ainun

Tentang Doa di Sosial Media


Ini cerita tentang temen di sosial media, lebih tepatnya di twitter. Jadi belum lama ini ada salah satu temen yang ngasih undangan nikahannya. Dan pasangan nikahnya itu bukan orang jauh, dia adalah salah satu temen juga yang gue juga kenal orangnya. Awal ceritanya dari percakapan di twitter waktu itu dia ngomong gini.



“Heh @juminten lihat aja besok kalo aku udah lulus kamu pasti ngemis-ngemis minta nikah sama aku”
begitu kicau dari Paijo di akun twitternya.

“@paijo dihh! nggak akan!” begitu balasan twit dari Juminten yang singkat, ketus dan sok jual mahal.

By the way itu cuma username samaran ya soalnya pas gue cari username sama twitnya udah nggak ada di twitter, mungkin karena udah nggak pernah aktif lagi di twitter. So, walaupun jawaban twit dari Juminten itu bilang “nggak” tapi kenyataannya tujuh tahun setelah twit itu di post dan keluar di timeline gue pada akhirnya mereka memutuskan untuk menikah juga. Nah yang jadi point adalah apa yang di ucapin Paijo di twitter tujuh tahun lalu menjadi kenyataan, ya meskipun proses mereka menikahnya nggak dibumbui adegan Juminten yang ngemis-ngemis juga sih, tapi buat gue ini menarik. Karena gue inget kejadian di twitter tujuh tahun lalu itu dan gue penasaran akhirnya gue mencoba mengkonfirmasi kepada sang pemilik akun si Paijo.

“Eh.. Jo serius lu mau nikah besok sama Juminten? Inget dulu nggak waktu lu bercanda bilang di twitter kalo lu udah lulus terus mau nikah sama Juminten?” Tanya gue via Whatsapp

“Hahaa.. Iya inget, sebenernya waktu itu gue nggak bercanda Wan, emang gue serius waktu itu. Emang niat itu ngetwit begitu, kalo guu nggak ngetwit begitu gue nggak bakal dapet attention dari Juminten hahaa.” Jawab Paijo

Dan ternyata emang serius “niat” dia dan nggak bercanda. Tapi karena keadaannya waktu itu cuma nggobrol bercanda biasa jadi nggak ada yang tau kalau si Paijo memang menanamkan niat dalam twitnya. Nah yang pengen gue tekankan adalah gini, twitter atau sosial media yang lainnya apa pun itu bisa di Facebook, Instagram atau Path dan yang lain itu kalau kata orang sosial media memang bukan tempat berdoa tetapi apa yang kalian tulis di sosial media bukan tidak mungkin bisa jadi doa, ya kan? Paijo memang nggak berdoa dalam twitternya tapi jadi kenyataan, karena dia memang ada niat dan karena segala sesuatu itu berasal dari niat kan. Jadi apa pun itu yang ada di sosial media tulislah yang baik-baik, karena biasanya apa yang kita ucapkan atau kita tulis biasanya juga akan kembali pada kita sendiri.

Tapi ini bukan berarti gue nyuruh buat berdoa di sosial media ya soalnya ada pendapat kalau berdoa di sosial media tidak dianjurkan, tetep kalau berdoa harus ditujukan ke Yang Maha Kuasa. Dan lagi soal sosial media gue mulai miris karena sekarang sosial media isinya lebih banyak tentang nyinyir, entah apa itu bahasa nyinyir yang baru-baru ini populer di era masa kini dan yang jelas itu tentang menjelek-jelekan orang lain di sosial media. Okey, that’s it cukup itu dulu lain kali gue sambung lagi.