Wednesday 24 July 2019

Jodoh, Terlalu Pilih-Pilih Nggak Apa-Apa Biar Nggak Salah Pilih


Kadang kalau pas lagi ngobrol sama orang terus ditanya soal jodoh, gini.

"Udah ada belum calonnya?"

Saya hanya bisa menjawab

"Belum, nanti nunggu ada yang mau."

Terus malah disautin lagi

"Loh, si 'itu' dulu bukannya dia suka sama kamu?"


Kamukah jodohku? via https://google.com


Nah, dari sini saya baru mulai bingung menjawabnya. Yha, kira-kira itu opening untuk tulisan yang akan membahas tentang anxiety yang saya rasakan kali ini. Jadi banyak dari beberapa teman saya yang sering membahas tentang jodoh terutama mereka yang sudah menikah, sudah menemukan tambatan hati. Lalu apa saja yang kami bahas? Tentu saja tentang saya yang masih jomblo ini. Entah apa yang salah dengan jomblo? Kaum yang belum menemukan pasangan ini selalu diposisikan sebagai korban sekaligus sebagai pihak yang juga sering disalahkan. Salah satu hal yang sering disalahkan kepada jomblo adalah ketika malam minggu tetapi tiba-tiba cuaca hujan, lalu netizen berkata

"Wah, ini pasti gara-gara doa jomblo nih!"

Kira-kira seperti itulah tuduhan yang diberikan, padahal yang jomblo nggak salah apa-apa lho. Keadaan mereka sebagai jomblo juga sering disalahkan dan dipermasalahkan. Beberapa dari mereka, kaum yang sudah memiliki pasangan mengganggap para  jomblo tidak memiliki pasangan adalah karena salah mereka sendiri. Saya pun beberapa kali sering dianggap seperti itu, tapi tidak semua ya, beberapa. Tetap ada juga orang-orang yang baik yang bisa menyikapinya dengan lebih bijaksana dengan canda dan tawa.

Saya dan mungkin beberapa kaum jomblo yang lainnya sering dianggap terlalu pilih-pilih. Iya, itu anggapan mereka, apakah memang tidak ada yang pernah suka atau setidaknya dekat dengan saya? Jawabannya ya pasti ada, lalu kenapa seolah-olah tidak pernah ada yang dekat dengan template jawaban saya di atas? Yang templatenya seperti ini.

"Belum, nanti nunggu ada yang mau."

Seolah-olah seperti nggak ada yang mau, padahal kalau ada yang mau malah ditolak(SOMBONG AMAT!). Iya..iya.. memang ada yang mau, tapi banyak juga yang mengatakan tidak dan menolak saya juga. Nah, ini juga yang menjadi penyebab saya sering disalahkan. Apanya yang salah? Karena terlalu memilih, percakapan yang biasanya terjadi selanjutnya adalah, seperti ini.

"Yaudah kalo ditolak, cari lagi yang lain. Itu yang kemaren, kenapa nggak sama yang itu aja?"
"Wah, nggak bisa deh kayanya. Nggak ada feeling." Jawab saya
"Udah lah, jalanin aja dulu nanti lama-lama juga suka. Kan kata pepatah jawa 'witing tresno jalaran soko kulino' iya kan? Lama-lama juga cinta karena terbiasa."

Kali ini saya kembali bingung untuk menjawab dan menanggapinya. Memang benar ada pepatah jawa yang mengatakan 'witing tresno jalaran soko kulino' yang artinya kurang lebih cinta datang karena terbiasa. Tapi apakah hal ini berlaku untuk semua pasangan? Saya pikir tidak seperti itu. Ada pasangan yang mungkin awalnya sering melakukan aktivitas atau rutinitas yang selalu melibatkan keduanya sehingga sering terjadi komunikasi diantara mereka yang menimbulkan adanya kecocokan. Dari kecocokan ini kemudian muncul perasaan nyaman, baik nyaman dalam cara berkomunikasi, bekerjasama, atau apapun kegiatan yang mereka sering lakukan bersama. Dalam kasus ini mungkin bisa terjadi datangnya cinta karena terbiasa. Ini yang pertama, pasangan yang saling cinta karena terbiasa. Namun.

Namun tidak semua kisah asmara berjalan mulus dan lancar seperti jalan toll seperti yang pertama tadi ya. Nah ini yang kedua, ada kalanya perjalanan cinta itu seperti konstipasi, mapet, tidak lancar dan menyakitkan. Dari sisi yang berbeda, ada cerita lain tentang kisah asmara yang tidak terlalu manis. Jika ada sepasang manusia yang saling suka karena terbiasa melakukan rutinitas bersama, maka ada juga sepasang manusia yang justru jenuh dan bosan melakukan rutinitas dengan orang yang sama berkali-kali. Hal ini bisa saja terjadi jika ada pasangan yang justru merasa biasa saja saat melakukan rutinitas bersama bahkan merasa bosan hingga timbul berbagai masalah yang membuat hubungan menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini semakin lama bisa menjadi toxic dalam sebuah hubungan yang jika diteruskan akan membuat pasangan tersebut semakin tersiksa, maka tidak heran jika pasangan yang terjebak dalam hubungan ini memilih mengakhiri hubungannya agar tidak timbul masalah yang berlarut-larut.

Dari dua cerita diatas bisa disimpulkan bahwa tidak semua kisah cinta bisa dipukul sama rata. Mungkin memang benar cinta bisa datang karena terbiasa tapi jangan sampai lupa kalau cinta juga bisa hilang jika semuanya sudah terasa biasa (B-aja). Nah, jadi nggak ada urusan tuh cinta datang karena terbiasa atau cinta yang datang tiba-tiba kaya lagunya Maudy Ayunda(Tiba-tiba cinta datang kepadaku ...~ jangan sambil nyanyi!) Karena tidak semua orang bisa disamakan soal experience kisah asmaranya. Jadi tidak ada salahnya jika kita sedikit pilih-pilih dalam urusan jodoh, karena kita memang memilih yang sesuai kriteria yang kita cari bukan asal "jalanin aja dulu" atau "dicoba aja dulu". Apa tidak terdengar aneh kalau ada orang yang sering bilang "dicoba aja dulu"? Lahh, memangnya ini apa? Masakan dicoba dulu? Ini orang bukan masakan. Masa iya dicoba dulu terus kalau nggak enak ditinggal, begitu? Jahat nggak sih?

Jadi kalau menurut saya tidak apa-apa kalau sedikit pilih-pilih dalam menentukan jodoh karena setiap orang pasti memiliki kriteria yang spesifik yang menjadi pilihan mereka. Hanya saja, biasanya yang terucap di mulut adalah kriteria yang secara umum, yang pada dasarnya hampir semua orang memenuhi kriteria tersebut. Misalnya, yang baik, yang bertanggungjawab, yang sholeh/sholehah, yang setia, yang romantis dan lain-lain, intinya adalah kriteria yang baik-baik. Nggak mungkin kan menyebut kriteria yang buruk, nggak ada yang bilang "aku mau cari pasangan yang nggak bertanggungjawab" Nggak ada, nggak akan ada kecuali orang itu gila atau agak kurang normal.

Nah, banyak dari kita yang enggan menyebutkan kriteria pasangan yang kita inginkan karena takut menyinggung perasaan orang lain atau karena takut ketika sudah menemukan orang yang kita pilih tetapi tidak sesuai atau berbeda dengan apa yang sebelumnya pernah diucapkan. Wajar jika mungkin kriteria yang kita harapkan sebelumnya tiba-tiba berubah karena suatu hal dan sangat manusiawi jika kita takut menyebutkan kriteria yang kita harapkan karena takut menyinggung perasaan orang lain, mungkin. Dari sinilah pentingnya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara asertif, agar kita bisa mengutarakan apa yang kita inginkan, rasakan serta kita pikirkan dengan tetap menghargai hak-hak orang lain dan tanpa perlu menyinggung atau menyakiti perasaan mereka.

Dan yang terpenting, apabila kita sudah bisa mengutarakan apa yang kita rasakan dan kita inginkan secara asertif terkait dengan pasangan yang kita harapkan adalah menemukan atau memilih yang cocok. Karena seselektif apapun kita mencari pilihan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang sering disebutkan, tetap saja yang kita butuhkan bukan sekedar yang baik tapi yang cocok. Bagaimana kalau menurut kalian?