Sunday, 14 April 2019

Story About Diandra 04

Cerita ini terjadi disaat saya sedang menghadapi masalah, atau lebih tepatnya 'kami' sedang dihadapkan pada masalah. Setiap orang yang menjalin relationship pasti pernah dihadapkan pada masalah, entah itu masalah besar atu kecil. Katanya sih begitu, tapi ya nggak tau kalau misalnya ada yang relationshipnya lempeng-lempeng aja dan lancar kayak jalan toll. Saya sendiri yang sudah lupa tentang masalah yang dulu kami hadapi saat itu lebih memilih untuk menenangkan diri terlebih dahulu dengan cara hang-out dengan teman-teman saya.
Dulu saya pernah membuat kesepakatan dengan Diandra jika kami sedang ada masalah maka, kami akan menghentikan komunikasi untuk beberapa hari agar bisa saling menenangkan diri. Dengan begitu, harapannya setelah pikiran tenang lalu kami bisa menyelesaikan masalah dan mendapatkan solusi yang terbaik. Di hari itu saya memutuskan untuk hang-out dengan teman saya pada malam harinya. Teman saya mengajak saya untuk berkumpul di angkringan Tugu Yogyakarta.

Karena saya tidak ada kegiatan, saya datang sesuai dengan jam yang sudah disepakati dengan teman-teman. Dan setelah sampai di TKP saya langsung pesan kopi susu lalu duduk lesehan bersama beberapa teman yang sudah datang. Saat sudah duduk saya mengeluarkan HP dari saku celana untuk mencoba menghubungi teman-teman yang lainnya. Waktu saya buka notifikasi di HP, ada pesan LINE dari teman yang bilang kalo dia sedang OTW. Setelah saya balas pesan chatnya, saya tidak sengaja swipe dari history chat LINE ke status atau Timeline dan saya melihat Diandra update status Timeline dengan stiker yang menggambarkan dia sedang sedih. Dan saat itu juga tiba-tiba saya merasa gagal sebagai orang terdekatnya.

Lalu ada hal membuat saya merasa sesak di dada waktu itu adalah komentar yang ada di statusnya, beberapa ada komen dari cowok dan beberapa lagi ada komen dari teman-teman ceweknya. Kalau komentar dari cowok sudah bisa langsung ditebak kalau ini cowok mau cari kesempatan terus sok ngasih perhatian lewat komen. Nah, kalau dari teman cewek ini yang lebih membuat saya khawatir, kenapa? Karena kalimat-kalimat yang keluar dari mulut cewek atau dari ketikan jempol cewek itu akan lebih sugestif dan provokatif.

Nggak tau ini mitos atau fakta, atau hanya spekulasi saya saja. Tapi menurut saya memang kalimat-kalimat yang keluar dari cewek ke sesamanya cenderung bersifat sugestif dimana kalian(sebagai cewek) mau nggak mau pasti akan mengikuti atau larut pada suara yang terbanyak.


Menurut saya ada semacam peraturan dimana ketika kalian(sebagai cewek) tidak mengikuti perkataan dari teman kalian sendiri yang sesama cewek maka kalian akan dianggap tidak setiakawan atau akan dianggap bodoh dalam lingkungan sosial pertemanan atau yang lainnya. Tapi mungkin itu hanya ketakutan saya yang terlalu berlebihan atau gimana saya sendiri juga kurang paham, mungkin juga tidak semua seperti itu.

Dan pada saat itu juga saya langsung telpon Diandra.

"Halo, lagi di kost nggak?"

"Iya, aku lagi di kost."

"Temenin aku makan bentar yuk, kamu pasti belum makan kan?"

"Iya, belum."

"Yaudah, aku jemput sekarang ya?"

"...." Tiba-tiba Diandra diam tak bersuara dan saya hanya bisa mendengar suara kipas angin yang ada di dalam kamar Diandra.

"Hey, haloo.. Aku jemput kamu ya?"

"Iyaaa.. Kan barusan aku udah ngangguk."

Mendengar jawaban itu, saya langsung mute HP saya dan berkata "Hey anda! Ini telpon biasa bukan video call, saya mana tau kalau anda mengangguk!! Woy!!" Ucap saya agak kesal tapi masih berusaha sabar karena saya masih berniat untuk memperbaiki komunikasi says dengan Diandra. Lalu saya unmute lagi HPnya.

"Yaudah aku jemput sekarang, nanti kalo udah deket kost aku kabarin lagi."

"Iyaa."

Setelah itu saya langsung bayar kopi susu yang sudah saya pesan tapi belum sempat saya minum dan ijin pamit dari teman-teman saya.

"Ehh.. Ini kopinya belum gue minum, ntar minum aja. Sorry bro kayanya gue skip dulu hari ini."

"Lahh.. Mau kemana Wan?"

"Duhh.. Ada urusan bentar, mau jemput nyonyah. Gue duluan ya."

"Okey deh, besok ketemu lagi ya."

"Siyapp." Jawab saya dan langsung bergegas jemput Diandra.

Di tengah perjalanan mendekati kost Diandra saya kirim pesan WA

"Aku udah di lampu merah deket kost kamu, bentar lagi nyampe."

Setelah sampai di depan pintu gerbang, ternyata Diandra sudah berdiri menunggu disana.

"Kamu udah lama nunggunya?" Tanya basa-basi.

"Belum." Jawab Diandra singkat. Mungkin dia masih merasa ada sisa-sisa dari pertengkaran kami sebelumnya dan saya pun masih merasa bersalah, terlepas dari permasalahan apa yang kami hadapi waktu itu yang saya sendiri sudah lupa. Tapi saya merasa kalau saya memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikannya dan untuk tidak membiarkannya berlarut-larut.

Saya mengajak Diandra makan di tempat makan yang tidak terlalu ramai dan memilih meja yang agak terpisah dengan pengunjung lain. Sebelum saya memulai obrolan, saya dan Diandra pesan makanan sambil ngobrol basa-basi karena suasananya masih sedikit kaku. Setelah selesai makan sampai hanya tinggal dessert, saya mencoba membuka obrolan yang sedikit serius dan mencoba menjelaskan apa yang saya rasakan.

"Di, aku minta maaf. Terlepas dari masalah apa pun yang sedang kita alami dari kemarin. Aku merasa aku salah kalau harus membiarkan kamu sendiri dengan masalah yang sedang kita hadapi. Aku mau tarik lagi peraturan kita soal me-time selama tiga hari. Mulai sekarang kalau ada masalah apa pun itu, aku maunya kita tetap ngobrol dan aku nggak apa-apa kalau pun kamu mau emosi atau marah-marah."

"Kamu yakin? Nanti kalau kita malah jadi saling lempar kesalahan gimana?"

"Okey, gini deh biar nggak pake acara marah-marah atau saling lempar kesalahan gini aja." Jawab saya sambil membuka tas lalu mengeluarkan buku note lalu menyobek dua lembar kertas.

"Ini buat apa?" Tanya Diandra.

"Aku bakal tulis semua hal yang menurutku salah dan kesalahan itu dari aku sendiri, terus aku juga bakal nulis apa aja hal yang menurutku kurang tepat dari kamu. Dan kamu juga sama nulis itu buat aku, abis kita nulis itu semua terus kita tuker kertasnya dan dibaca pas kita udah pulang nanti."

"Terus abis itu gimana? Udah masalahnya kelar?"

"Tentu tidak selesai semudah itu nona cantik. Aku sadar kalau masing-masing dari kita punya ego dan masih nggak bisa terima gitu aja kalau aku bilang kamu yang salah atau sebaliknya, tapi paling nggak dengan kita nulis ini harapanku bisa sedikit melegakan atau sekedar meringankan. Kalau pun nanti dari tulisan ini ada yang masih salah dari aku atau kamu dan perlu direvisi lagi juga nggak apa-apa." Kata saya, berusaha menenangkan.

"Yaudah, aku tulis nih. Tapi kamu jangan marah ya kalau aku nulisnya jujur soal apa aja yang menurut aku salah di kamu?"

"Iya aku nggak marah, kan aku juga yang bikin ide ini."

Kemudian kami mulai menulis semua hal yang mengganjal menurut kami, lalu kami saling menukar kertas itu. Tapi saat saya menerima kertas dari Diandra tentang koreksi untuk saya ternyata cukup banyak, satu lembar full bolak-balik.

"Kok ini yang koreksi buat aku banyak banget ya?" Tanya saya.
"Kenapa? Nggak terima? Nggak usah protes deh, tadi katanya nggak apa-apa kalau aku nulisnya jujur."

"Okey baik lah, tapi ini kenapa ada pernyataan kalau 'Wawan harus selalu kalah kalau suit, main poker, uno dan lainnya' kok bisa gitu?"

"Ya emang harus gitu, pokoknya aku nggak mau kalau kamu menang. Kalau taruhan juga pokoknya aku yang harus menang!" Jawab Diandra ngotot, tapi kali ini suasana hatinya sudah mulai cair. Terdengar dari nada yang Diandra keluarkan sudah mulai berbeda dari sebelumnya. Semakin mengenal dia semakin saya tahu warna suaranya waktu dia sedih, marah, nggak mood dan waktu dia seneng.

"Hahaa... iya-iya deh boleh, pokoknya kamu yang akan selalu menang."

"Wan, aku kangen kamu." Ucap Diandra secara tiba-tiba dan itu membuat saya bingung harus bereaksi seperti apa.

"Besok kita main ke pantai yuk." Akhirnya saya putuskan untuk mengajaknya main ke pantai.
"Ehh.. sorry, lupa aku besok kan masih masuk kerja deh."

"Ihh.. Nggak mau, pokoknya kamu harus bolos nggak usah kerja."

"Lahh, nanti aku kena SP gimana dong. Trus gaji ku dipotong, sore aja abis aku pulang kerja langsung aku jemput ya."

"Kalau sore nanti mainnya cuma bentar, aku maunya dari pagi." Ucap Diandra tetap memaksa dan keluar sifat manjanya yang ingin segalanya dituruti tanpa peduli apa pun.

"Yaudah..yaudah.. Sekarang ikut aku aja yuk."

"Mau kemana?"

"Udah ikut aja, aku bayarin makanannya dulu ya."

Setelah itu gua aja Diandra naik motor dan menyusuri jalanan Kota Jogja.

"Kita mau kemana sih?"

"Nggak kemana-mana, muter-muter aja. Hahaa."

"Hiih kirain mau main kemana? Kalau cuma mau muter- muter gini terus mau ngapain?

"Ya nggak ngapa-ngapain, cuma kangen pengen ngobrol aja sama kamu."

"Lahh.. Kalau cuma mau ngobrol kan bisa sambil duduk di cafe tadi, kalau di jalan gini kan malah dingin."

"Yaudah aku berhenti di depan situ ya."

Saya menghentikan motor di tepi jalan yang kebetulan di dekat situ ada penjual wedang ronde dan saya langsung pesan dua porsi. Kami duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu.

"Nih, biar nggak dingin." Kata saya sambil menyuguhkan wedang ronde ke Diandra.

"Hihh.. Kalau nanti aku minum ini jadi kembung."

"Yaudah sini kalau nggak mau."

"Mauu.."

"Katanya tadi nggak mau."

"Aku tadi cuma bilang jadi kembung bukan nggak mau."

"Iya-iya deh, hihh capek ngomong sama kamu tuh."

"Yaudah diem aja kalau capek."

Seperti mematuhi komando dari jendral perang, saya langsung diam sambil menikmati wedang ronde. Duduk di kursi kayu di tepi jalan sambil menikmati wedang ronde, bercanda dan berbincang-bincang tentang banyak hal.

Dari kejadian waktu itu, ada hal yang saya sadari bahwa ketika kita sedang ada masalah akan lebih baik jika langsung kita hadapi dan kita selesaikan. Bukannya justru saling diam dan membiarkan masalah itu berlarut-larut. Mungkin memang tidak semua orang bisa berkomunikasi dengan cara yang sama seperti yang kami lakukan.

Tapi buat saya sendiri lebih nyaman jika ada masalah dan langsung dihadapi. Hal yang paling saya sayangkan pada waktu itu adalah ketika Diandra melampiaskan kesedihan dan masalahnya di status aplikasi messenger. Dan saya sebagai orang terdekatnya merasa gagal untuk membantu dia memberikan solusi saat menghadapi masalah. Lalu dalam hati saya tiba-tiba terucap "lalu apa artinya kami menjalin relationship jika ada masalah tapi tidak dihadapi bersama". Jadi sejak saat itu saya berusaha agar ketika Diandra atau kami sedang ada masalah maka, saat itu juga akan kami bicarakan bersama. Seandainya saat itu tidak mendapat solusinya, setidaknya dengan berbicara dan saling bercerita bisa meringankan masalahnya.

















No comments: