Saturday 30 November 2019

Inilah Tanda Bahwa Dia Adalah Jodoh Kamu!

sumber: quizlab.it

Posting ini nggak akan panjang karena ada tulisan-tulisan lain yang udah masuk deadline. Aku cuma mau nanggepin tentang suatu artikel yang pernah aku baca di salah satu portal media online. Dari konten artikel yang pernah aku baca itu ada sub-judul yang cukup mengundang click-bait, sub-judulnya kurang lebih seperti ini.

"Salah satu tanda dia jodoh kamu adalah, kamu bisa membayangkan hidup di masa depan bersamanya."

Tapi tunggu dulu, in real life aku coba tanya sama salah satu temen yang menikah dengan teman sendiri yang dimana mereka terlibat cinta lokasi. Percakapannya seperti ini.

Aku: "Bro, lu dulu gimana ceritanya bisa nikahin Mawar(nama samaran tentunya)"
Temen: "Nggak tau juga gue, nggak pernah ngebayangin malah kalo bakal nikanhin dia. Hahaa.."
Aku: "Lahh.."

Agak bertolak belakang bukan?


Ada lagi sub-judul selanjutnya yang menurutku di kehidupan nyata terlalu general, kurang spesifik. Hal ini justru membuat konten itu menjadi kurang reliable dan tidak bisa dijadikan acuan apalagi pedoman bagi yang membacanya. Hanya bermodal judul yang click-bait, orang jadi tertarik, mereka merasa relate tapi mereka tidak sadar bahwa itu semua tidak sepenuhnya benar. Sekarang, mari kita coba ulas dari tema sub-judul diatas. Masih dengan tema "Tanda dia jodoh kamu" aku pernah baca juga yang kalimatnya seperti ini.

"Tanda jika dia jodoh kamu adalah enak diajak ngobrol."

Sering sekali menemukan content writer yang menulis artikel seperti ini, "Tanda dia jodoh adalah enak diajak ngobrol." Yakin? Kalau cuma enak diajak ngobrol sama temen sendiri ngobrol juga enak. Ngobrol sama tetangga, ngobrol sama tukang sayur, ngobrol sama abang ojol juga enak. Walaupun ternyata ada juga yang jodohnya adalah teman sendiri, tetangga sendiri, tukang sayur atau abang ojol kaya di cerita FTV. Tapi kan nggak semua, tidak semua orang yang enak kita ajak ngobrol adalah jodoh kita, iya kan? Harusnya lebih spesifik dong, kalau menurutku bukan cuma enak diajak ngobrol tapi cocok buat diajak ngobrol. Bukankah yang kita semua cari adalah kecocokan bukan hanya sekadar enak-enaknya aja kan? Okey, sekarang balik lagi ke sub-judul yang aku tulis di atas buat intro tadi.

"Salah satu tanda dia jodoh kamu adalah, kamu bisa membayangkan hidup di masa depan bersamanya."


Seperti yang ditulis di awal, ada yang bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di kehidupan nyata. Pernyataan yang sering ditulis diartikel bahwa tanda dia jodoh kamu adalah kamu bisa membayangkan hidup di masa depan dengan orang yang kamu suka. Tapi jangan pernah lupa bahwa banyak hal-hal yang terjadi tanpa pernah kita bayangkan sebelumnya. Jadi agaknya pernyataan tentang "Tanda dia jodoh kamu adalah, kamu bisa membayangkan hidup di masa depan bersamanya." tidak sepenuhnya benar. Teringat ada sebuah pepatah yang bunyinya kurang lebih seperti ini,

"Membayangkan hidup itu mudah, tapi kenyataan hidup itu tidak semudah yang dibayangkan."

Yang maknanya kurang lebih sama yaitu, apa yang kita bayangkan tentang kehidupan tak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada. Terkadang hal-hal yang terjadi dalam hidup kita adalah hal yang di luar dugaan, hal yang tak pernah kita bayangkan. Seperti pengalaman dari salah satu teman yang aku ceritakan di awal, bahkan dia tidak pernah membayangkan akan menikahi temannya sendiri di kehidupannya. Sebenarnya masih banyak konten-konten yang lain yang bukan cuma bertema jodoh tapi juga tentang kehidupan sehari-hari atau pekerjaan yang kenyataannya memang tidak sepenuh benar, kalau menurut kalian gimana?


Sekian, see yaa..












Wednesday 24 July 2019

Jodoh, Terlalu Pilih-Pilih Nggak Apa-Apa Biar Nggak Salah Pilih


Kadang kalau pas lagi ngobrol sama orang terus ditanya soal jodoh, gini.

"Udah ada belum calonnya?"

Saya hanya bisa menjawab

"Belum, nanti nunggu ada yang mau."

Terus malah disautin lagi

"Loh, si 'itu' dulu bukannya dia suka sama kamu?"


Kamukah jodohku? via https://google.com


Nah, dari sini saya baru mulai bingung menjawabnya. Yha, kira-kira itu opening untuk tulisan yang akan membahas tentang anxiety yang saya rasakan kali ini. Jadi banyak dari beberapa teman saya yang sering membahas tentang jodoh terutama mereka yang sudah menikah, sudah menemukan tambatan hati. Lalu apa saja yang kami bahas? Tentu saja tentang saya yang masih jomblo ini. Entah apa yang salah dengan jomblo? Kaum yang belum menemukan pasangan ini selalu diposisikan sebagai korban sekaligus sebagai pihak yang juga sering disalahkan. Salah satu hal yang sering disalahkan kepada jomblo adalah ketika malam minggu tetapi tiba-tiba cuaca hujan, lalu netizen berkata

"Wah, ini pasti gara-gara doa jomblo nih!"

Kira-kira seperti itulah tuduhan yang diberikan, padahal yang jomblo nggak salah apa-apa lho. Keadaan mereka sebagai jomblo juga sering disalahkan dan dipermasalahkan. Beberapa dari mereka, kaum yang sudah memiliki pasangan mengganggap para  jomblo tidak memiliki pasangan adalah karena salah mereka sendiri. Saya pun beberapa kali sering dianggap seperti itu, tapi tidak semua ya, beberapa. Tetap ada juga orang-orang yang baik yang bisa menyikapinya dengan lebih bijaksana dengan canda dan tawa.

Saya dan mungkin beberapa kaum jomblo yang lainnya sering dianggap terlalu pilih-pilih. Iya, itu anggapan mereka, apakah memang tidak ada yang pernah suka atau setidaknya dekat dengan saya? Jawabannya ya pasti ada, lalu kenapa seolah-olah tidak pernah ada yang dekat dengan template jawaban saya di atas? Yang templatenya seperti ini.

"Belum, nanti nunggu ada yang mau."

Seolah-olah seperti nggak ada yang mau, padahal kalau ada yang mau malah ditolak(SOMBONG AMAT!). Iya..iya.. memang ada yang mau, tapi banyak juga yang mengatakan tidak dan menolak saya juga. Nah, ini juga yang menjadi penyebab saya sering disalahkan. Apanya yang salah? Karena terlalu memilih, percakapan yang biasanya terjadi selanjutnya adalah, seperti ini.

"Yaudah kalo ditolak, cari lagi yang lain. Itu yang kemaren, kenapa nggak sama yang itu aja?"
"Wah, nggak bisa deh kayanya. Nggak ada feeling." Jawab saya
"Udah lah, jalanin aja dulu nanti lama-lama juga suka. Kan kata pepatah jawa 'witing tresno jalaran soko kulino' iya kan? Lama-lama juga cinta karena terbiasa."

Kali ini saya kembali bingung untuk menjawab dan menanggapinya. Memang benar ada pepatah jawa yang mengatakan 'witing tresno jalaran soko kulino' yang artinya kurang lebih cinta datang karena terbiasa. Tapi apakah hal ini berlaku untuk semua pasangan? Saya pikir tidak seperti itu. Ada pasangan yang mungkin awalnya sering melakukan aktivitas atau rutinitas yang selalu melibatkan keduanya sehingga sering terjadi komunikasi diantara mereka yang menimbulkan adanya kecocokan. Dari kecocokan ini kemudian muncul perasaan nyaman, baik nyaman dalam cara berkomunikasi, bekerjasama, atau apapun kegiatan yang mereka sering lakukan bersama. Dalam kasus ini mungkin bisa terjadi datangnya cinta karena terbiasa. Ini yang pertama, pasangan yang saling cinta karena terbiasa. Namun.

Namun tidak semua kisah asmara berjalan mulus dan lancar seperti jalan toll seperti yang pertama tadi ya. Nah ini yang kedua, ada kalanya perjalanan cinta itu seperti konstipasi, mapet, tidak lancar dan menyakitkan. Dari sisi yang berbeda, ada cerita lain tentang kisah asmara yang tidak terlalu manis. Jika ada sepasang manusia yang saling suka karena terbiasa melakukan rutinitas bersama, maka ada juga sepasang manusia yang justru jenuh dan bosan melakukan rutinitas dengan orang yang sama berkali-kali. Hal ini bisa saja terjadi jika ada pasangan yang justru merasa biasa saja saat melakukan rutinitas bersama bahkan merasa bosan hingga timbul berbagai masalah yang membuat hubungan menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan ini semakin lama bisa menjadi toxic dalam sebuah hubungan yang jika diteruskan akan membuat pasangan tersebut semakin tersiksa, maka tidak heran jika pasangan yang terjebak dalam hubungan ini memilih mengakhiri hubungannya agar tidak timbul masalah yang berlarut-larut.

Dari dua cerita diatas bisa disimpulkan bahwa tidak semua kisah cinta bisa dipukul sama rata. Mungkin memang benar cinta bisa datang karena terbiasa tapi jangan sampai lupa kalau cinta juga bisa hilang jika semuanya sudah terasa biasa (B-aja). Nah, jadi nggak ada urusan tuh cinta datang karena terbiasa atau cinta yang datang tiba-tiba kaya lagunya Maudy Ayunda(Tiba-tiba cinta datang kepadaku ...~ jangan sambil nyanyi!) Karena tidak semua orang bisa disamakan soal experience kisah asmaranya. Jadi tidak ada salahnya jika kita sedikit pilih-pilih dalam urusan jodoh, karena kita memang memilih yang sesuai kriteria yang kita cari bukan asal "jalanin aja dulu" atau "dicoba aja dulu". Apa tidak terdengar aneh kalau ada orang yang sering bilang "dicoba aja dulu"? Lahh, memangnya ini apa? Masakan dicoba dulu? Ini orang bukan masakan. Masa iya dicoba dulu terus kalau nggak enak ditinggal, begitu? Jahat nggak sih?

Jadi kalau menurut saya tidak apa-apa kalau sedikit pilih-pilih dalam menentukan jodoh karena setiap orang pasti memiliki kriteria yang spesifik yang menjadi pilihan mereka. Hanya saja, biasanya yang terucap di mulut adalah kriteria yang secara umum, yang pada dasarnya hampir semua orang memenuhi kriteria tersebut. Misalnya, yang baik, yang bertanggungjawab, yang sholeh/sholehah, yang setia, yang romantis dan lain-lain, intinya adalah kriteria yang baik-baik. Nggak mungkin kan menyebut kriteria yang buruk, nggak ada yang bilang "aku mau cari pasangan yang nggak bertanggungjawab" Nggak ada, nggak akan ada kecuali orang itu gila atau agak kurang normal.

Nah, banyak dari kita yang enggan menyebutkan kriteria pasangan yang kita inginkan karena takut menyinggung perasaan orang lain atau karena takut ketika sudah menemukan orang yang kita pilih tetapi tidak sesuai atau berbeda dengan apa yang sebelumnya pernah diucapkan. Wajar jika mungkin kriteria yang kita harapkan sebelumnya tiba-tiba berubah karena suatu hal dan sangat manusiawi jika kita takut menyebutkan kriteria yang kita harapkan karena takut menyinggung perasaan orang lain, mungkin. Dari sinilah pentingnya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara asertif, agar kita bisa mengutarakan apa yang kita inginkan, rasakan serta kita pikirkan dengan tetap menghargai hak-hak orang lain dan tanpa perlu menyinggung atau menyakiti perasaan mereka.

Dan yang terpenting, apabila kita sudah bisa mengutarakan apa yang kita rasakan dan kita inginkan secara asertif terkait dengan pasangan yang kita harapkan adalah menemukan atau memilih yang cocok. Karena seselektif apapun kita mencari pilihan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang sering disebutkan, tetap saja yang kita butuhkan bukan sekedar yang baik tapi yang cocok. Bagaimana kalau menurut kalian?

Sunday 23 June 2019

Adakah Cinta Dibalik Kata "Cie..cie..." ?

Kalian pasti pernah dicie-ciein atau malah jadi pihak yang ngecie-ciein? Please fellas, kalau kalian punya kebiasaan ngecie-ciein temen kalian sendiri mending mulai sekarang dikurang-kurangin deh kalau bisa hentikan. Awalnya mungkin hal ini bisa jadi bahan becanda atau sekedar lucu-lucuan aja, tapi apakah kalian tau dampak dari cie-cie ini kalau sudah menyangkut perasaan. Jika niatnya buat becanda, tapi kalau urusan perasaan gak sebecanda itu my love.





Nah, sekarang apasih yang sebenarnya terjadi atau mungkin terjadi kalau kebiasaan cie-cie ini dibiarkan? Pertama, kita bahas dulu apa penyebab munculnya cie-cie itu? Heteronormatif, heteronormatif ini adalah pandangan masyarakat secara umum bahwa kodrat pasangan adalah laki-laki dan perempuan. Dari sikap heteronormatif inilah, setiap ada adegan dimana seorang laki-laki dan perempuan berinteraksi baik secara sengaja atau tidak disengaja akan melahirkan pihak-pihak yang siap untuk ngecie-ciein. Misalnya yang sering tuh kejadian-kejadian yang biasanya ada di FTV kaya nabrak terus jatuhin buku abis itu ngambil bareng, gitu.

Kalau sudah terlanjur dicie-ciein terus apa lagi yang akan terjadi? Hal yang terjadi ketika perilaku cie-cie itu sudah mulai ramai disuarakan adalah sebagai berikut.

Yang pertama, ketika kamu ada dalam posisi dicie-ciein lalu kamu diam saja atau secara tidak langsung kamu seolah meng-iya-kan tanpa adanya penolakan. Sikap seperti ini sangat berpotensi timbulnya perasaan yang dibawa ke dalam candaan. Kalau udah kaya gini biasanya malah jadi keterusan. Nah, kalau dua-duanya bawa perasan sih gak masalah, syukur-syukur bisa lanjut dari candaan sampai jadi pasangan beneran. 

Tapi, Kalau ternyata yang bawa perasaan hanya ada di salah satu pihak saja lalu apa yang terjadi? Yha gak perlu ditanyain lagi apa yang terjadi kan, udah pasti bakal terjadi cinta bertepuk sebelah tangan. Kalau udah kaya gini, potensi hancurnya hubungan pertemanan akan meningkat lho. Biasanya diawali dengan perasaan canggung, tidak merasa nyaman, berusaha untuk selalu menghindar bahkan bisa jadi timbul perasaan insecure dan takut akan terjadi experience yang sama di kemudian hari. 
 
Yang kedua, kalau misal kamu menolak, refuse atau membantahnya dan menganggap seolah tidak ada apa-apa antara kamu dengan si-doi yang dicie-ciein atau dipasangkan dengan kamu, hal ini kemungkinan bisa menyinggung perasaannya. Penjelasannya seperti ini, kamu dipasangkan dengan seseorang sedangkan kamu sebenarnya tidak ada perasaan apa-apa dengan orang tersebut. 

Tapi, pernahkah terpikir ketika kamu dipasangkan dengan orang lain, lalu kamu menolaknya, itu bisa melukai perasaan orang yang dipasangkan dengan kamu. Karena hal itu bisa membuat si-doi jadi merasa tidak pantas untuk menjadi pasangan atau tidak pantas menjadi orang yang dikasihi padahal pada dasarnya semua orang berhak merasakan cinta dan kasih dari sesamanya, bukan begitu? Yha walaupun orang yang seharusnya mengasihi atau mencintai si-doi itu bukan kamu, tapi jika sudah diposisi seperti ini pasti kamu akan binggung bagaimana harus bersikap sekaligus untuk menjaga perasaan, iya kan?

Nah, itulah sekedar opini dari saya yang umumnya sering saya alami terjadi. Tapi perilaku seperti ini mungkin bisa berbeda dari tiap-tiap orang. Setiap orang mungkin memiliki cara berinterasi dan berkomunikasi yang berbeda-beda, jadi kemungkinan selain opini diatas yang saya sebutkan ada lagi bermacam-macam respon yang diakibatkan dari perilaku "ngecie-ciein"

Ada juga yang biasanya bilang atau nyautin gini

"Udah diamiin'in aja, kan kata-kata adalah doa."

Iya memang benar sih kata-kata adalah doa, tapi malaikat juga tau mana yang serius mana yang bercanda, Bambank.

Terkadang orang hanya melihat dari satu sisi saja. Memang benar kata-kata adalah doa, tapi mereka mungkin lupa kalau setiap amal perbuatan manusia itu tergantung dari niatnya, bukan begitu?
Mungkin itu saja dulu yang bisa saya tulis, mohon maaf kalau ada yang salah dan mohon koreksinya atau mungkin kalian punya pengalaman atau opini yang berbeda. Bagaimana menurut kalian?


Sunday 14 April 2019

Story About Diandra 04

Cerita ini terjadi disaat saya sedang menghadapi masalah, atau lebih tepatnya 'kami' sedang dihadapkan pada masalah. Setiap orang yang menjalin relationship pasti pernah dihadapkan pada masalah, entah itu masalah besar atu kecil. Katanya sih begitu, tapi ya nggak tau kalau misalnya ada yang relationshipnya lempeng-lempeng aja dan lancar kayak jalan toll. Saya sendiri yang sudah lupa tentang masalah yang dulu kami hadapi saat itu lebih memilih untuk menenangkan diri terlebih dahulu dengan cara hang-out dengan teman-teman saya.
Dulu saya pernah membuat kesepakatan dengan Diandra jika kami sedang ada masalah maka, kami akan menghentikan komunikasi untuk beberapa hari agar bisa saling menenangkan diri. Dengan begitu, harapannya setelah pikiran tenang lalu kami bisa menyelesaikan masalah dan mendapatkan solusi yang terbaik. Di hari itu saya memutuskan untuk hang-out dengan teman saya pada malam harinya. Teman saya mengajak saya untuk berkumpul di angkringan Tugu Yogyakarta.

Karena saya tidak ada kegiatan, saya datang sesuai dengan jam yang sudah disepakati dengan teman-teman. Dan setelah sampai di TKP saya langsung pesan kopi susu lalu duduk lesehan bersama beberapa teman yang sudah datang. Saat sudah duduk saya mengeluarkan HP dari saku celana untuk mencoba menghubungi teman-teman yang lainnya. Waktu saya buka notifikasi di HP, ada pesan LINE dari teman yang bilang kalo dia sedang OTW. Setelah saya balas pesan chatnya, saya tidak sengaja swipe dari history chat LINE ke status atau Timeline dan saya melihat Diandra update status Timeline dengan stiker yang menggambarkan dia sedang sedih. Dan saat itu juga tiba-tiba saya merasa gagal sebagai orang terdekatnya.

Lalu ada hal membuat saya merasa sesak di dada waktu itu adalah komentar yang ada di statusnya, beberapa ada komen dari cowok dan beberapa lagi ada komen dari teman-teman ceweknya. Kalau komentar dari cowok sudah bisa langsung ditebak kalau ini cowok mau cari kesempatan terus sok ngasih perhatian lewat komen. Nah, kalau dari teman cewek ini yang lebih membuat saya khawatir, kenapa? Karena kalimat-kalimat yang keluar dari mulut cewek atau dari ketikan jempol cewek itu akan lebih sugestif dan provokatif.

Nggak tau ini mitos atau fakta, atau hanya spekulasi saya saja. Tapi menurut saya memang kalimat-kalimat yang keluar dari cewek ke sesamanya cenderung bersifat sugestif dimana kalian(sebagai cewek) mau nggak mau pasti akan mengikuti atau larut pada suara yang terbanyak.


Menurut saya ada semacam peraturan dimana ketika kalian(sebagai cewek) tidak mengikuti perkataan dari teman kalian sendiri yang sesama cewek maka kalian akan dianggap tidak setiakawan atau akan dianggap bodoh dalam lingkungan sosial pertemanan atau yang lainnya. Tapi mungkin itu hanya ketakutan saya yang terlalu berlebihan atau gimana saya sendiri juga kurang paham, mungkin juga tidak semua seperti itu.

Dan pada saat itu juga saya langsung telpon Diandra.

"Halo, lagi di kost nggak?"

"Iya, aku lagi di kost."

"Temenin aku makan bentar yuk, kamu pasti belum makan kan?"

"Iya, belum."

"Yaudah, aku jemput sekarang ya?"

"...." Tiba-tiba Diandra diam tak bersuara dan saya hanya bisa mendengar suara kipas angin yang ada di dalam kamar Diandra.

"Hey, haloo.. Aku jemput kamu ya?"

"Iyaaa.. Kan barusan aku udah ngangguk."

Mendengar jawaban itu, saya langsung mute HP saya dan berkata "Hey anda! Ini telpon biasa bukan video call, saya mana tau kalau anda mengangguk!! Woy!!" Ucap saya agak kesal tapi masih berusaha sabar karena saya masih berniat untuk memperbaiki komunikasi says dengan Diandra. Lalu saya unmute lagi HPnya.

"Yaudah aku jemput sekarang, nanti kalo udah deket kost aku kabarin lagi."

"Iyaa."

Setelah itu saya langsung bayar kopi susu yang sudah saya pesan tapi belum sempat saya minum dan ijin pamit dari teman-teman saya.

"Ehh.. Ini kopinya belum gue minum, ntar minum aja. Sorry bro kayanya gue skip dulu hari ini."

"Lahh.. Mau kemana Wan?"

"Duhh.. Ada urusan bentar, mau jemput nyonyah. Gue duluan ya."

"Okey deh, besok ketemu lagi ya."

"Siyapp." Jawab saya dan langsung bergegas jemput Diandra.

Di tengah perjalanan mendekati kost Diandra saya kirim pesan WA

"Aku udah di lampu merah deket kost kamu, bentar lagi nyampe."

Setelah sampai di depan pintu gerbang, ternyata Diandra sudah berdiri menunggu disana.

"Kamu udah lama nunggunya?" Tanya basa-basi.

"Belum." Jawab Diandra singkat. Mungkin dia masih merasa ada sisa-sisa dari pertengkaran kami sebelumnya dan saya pun masih merasa bersalah, terlepas dari permasalahan apa yang kami hadapi waktu itu yang saya sendiri sudah lupa. Tapi saya merasa kalau saya memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikannya dan untuk tidak membiarkannya berlarut-larut.

Saya mengajak Diandra makan di tempat makan yang tidak terlalu ramai dan memilih meja yang agak terpisah dengan pengunjung lain. Sebelum saya memulai obrolan, saya dan Diandra pesan makanan sambil ngobrol basa-basi karena suasananya masih sedikit kaku. Setelah selesai makan sampai hanya tinggal dessert, saya mencoba membuka obrolan yang sedikit serius dan mencoba menjelaskan apa yang saya rasakan.

"Di, aku minta maaf. Terlepas dari masalah apa pun yang sedang kita alami dari kemarin. Aku merasa aku salah kalau harus membiarkan kamu sendiri dengan masalah yang sedang kita hadapi. Aku mau tarik lagi peraturan kita soal me-time selama tiga hari. Mulai sekarang kalau ada masalah apa pun itu, aku maunya kita tetap ngobrol dan aku nggak apa-apa kalau pun kamu mau emosi atau marah-marah."

"Kamu yakin? Nanti kalau kita malah jadi saling lempar kesalahan gimana?"

"Okey, gini deh biar nggak pake acara marah-marah atau saling lempar kesalahan gini aja." Jawab saya sambil membuka tas lalu mengeluarkan buku note lalu menyobek dua lembar kertas.

"Ini buat apa?" Tanya Diandra.

"Aku bakal tulis semua hal yang menurutku salah dan kesalahan itu dari aku sendiri, terus aku juga bakal nulis apa aja hal yang menurutku kurang tepat dari kamu. Dan kamu juga sama nulis itu buat aku, abis kita nulis itu semua terus kita tuker kertasnya dan dibaca pas kita udah pulang nanti."

"Terus abis itu gimana? Udah masalahnya kelar?"

"Tentu tidak selesai semudah itu nona cantik. Aku sadar kalau masing-masing dari kita punya ego dan masih nggak bisa terima gitu aja kalau aku bilang kamu yang salah atau sebaliknya, tapi paling nggak dengan kita nulis ini harapanku bisa sedikit melegakan atau sekedar meringankan. Kalau pun nanti dari tulisan ini ada yang masih salah dari aku atau kamu dan perlu direvisi lagi juga nggak apa-apa." Kata saya, berusaha menenangkan.

"Yaudah, aku tulis nih. Tapi kamu jangan marah ya kalau aku nulisnya jujur soal apa aja yang menurut aku salah di kamu?"

"Iya aku nggak marah, kan aku juga yang bikin ide ini."

Kemudian kami mulai menulis semua hal yang mengganjal menurut kami, lalu kami saling menukar kertas itu. Tapi saat saya menerima kertas dari Diandra tentang koreksi untuk saya ternyata cukup banyak, satu lembar full bolak-balik.

"Kok ini yang koreksi buat aku banyak banget ya?" Tanya saya.
"Kenapa? Nggak terima? Nggak usah protes deh, tadi katanya nggak apa-apa kalau aku nulisnya jujur."

"Okey baik lah, tapi ini kenapa ada pernyataan kalau 'Wawan harus selalu kalah kalau suit, main poker, uno dan lainnya' kok bisa gitu?"

"Ya emang harus gitu, pokoknya aku nggak mau kalau kamu menang. Kalau taruhan juga pokoknya aku yang harus menang!" Jawab Diandra ngotot, tapi kali ini suasana hatinya sudah mulai cair. Terdengar dari nada yang Diandra keluarkan sudah mulai berbeda dari sebelumnya. Semakin mengenal dia semakin saya tahu warna suaranya waktu dia sedih, marah, nggak mood dan waktu dia seneng.

"Hahaa... iya-iya deh boleh, pokoknya kamu yang akan selalu menang."

"Wan, aku kangen kamu." Ucap Diandra secara tiba-tiba dan itu membuat saya bingung harus bereaksi seperti apa.

"Besok kita main ke pantai yuk." Akhirnya saya putuskan untuk mengajaknya main ke pantai.
"Ehh.. sorry, lupa aku besok kan masih masuk kerja deh."

"Ihh.. Nggak mau, pokoknya kamu harus bolos nggak usah kerja."

"Lahh, nanti aku kena SP gimana dong. Trus gaji ku dipotong, sore aja abis aku pulang kerja langsung aku jemput ya."

"Kalau sore nanti mainnya cuma bentar, aku maunya dari pagi." Ucap Diandra tetap memaksa dan keluar sifat manjanya yang ingin segalanya dituruti tanpa peduli apa pun.

"Yaudah..yaudah.. Sekarang ikut aku aja yuk."

"Mau kemana?"

"Udah ikut aja, aku bayarin makanannya dulu ya."

Setelah itu gua aja Diandra naik motor dan menyusuri jalanan Kota Jogja.

"Kita mau kemana sih?"

"Nggak kemana-mana, muter-muter aja. Hahaa."

"Hiih kirain mau main kemana? Kalau cuma mau muter- muter gini terus mau ngapain?

"Ya nggak ngapa-ngapain, cuma kangen pengen ngobrol aja sama kamu."

"Lahh.. Kalau cuma mau ngobrol kan bisa sambil duduk di cafe tadi, kalau di jalan gini kan malah dingin."

"Yaudah aku berhenti di depan situ ya."

Saya menghentikan motor di tepi jalan yang kebetulan di dekat situ ada penjual wedang ronde dan saya langsung pesan dua porsi. Kami duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu.

"Nih, biar nggak dingin." Kata saya sambil menyuguhkan wedang ronde ke Diandra.

"Hihh.. Kalau nanti aku minum ini jadi kembung."

"Yaudah sini kalau nggak mau."

"Mauu.."

"Katanya tadi nggak mau."

"Aku tadi cuma bilang jadi kembung bukan nggak mau."

"Iya-iya deh, hihh capek ngomong sama kamu tuh."

"Yaudah diem aja kalau capek."

Seperti mematuhi komando dari jendral perang, saya langsung diam sambil menikmati wedang ronde. Duduk di kursi kayu di tepi jalan sambil menikmati wedang ronde, bercanda dan berbincang-bincang tentang banyak hal.

Dari kejadian waktu itu, ada hal yang saya sadari bahwa ketika kita sedang ada masalah akan lebih baik jika langsung kita hadapi dan kita selesaikan. Bukannya justru saling diam dan membiarkan masalah itu berlarut-larut. Mungkin memang tidak semua orang bisa berkomunikasi dengan cara yang sama seperti yang kami lakukan.

Tapi buat saya sendiri lebih nyaman jika ada masalah dan langsung dihadapi. Hal yang paling saya sayangkan pada waktu itu adalah ketika Diandra melampiaskan kesedihan dan masalahnya di status aplikasi messenger. Dan saya sebagai orang terdekatnya merasa gagal untuk membantu dia memberikan solusi saat menghadapi masalah. Lalu dalam hati saya tiba-tiba terucap "lalu apa artinya kami menjalin relationship jika ada masalah tapi tidak dihadapi bersama". Jadi sejak saat itu saya berusaha agar ketika Diandra atau kami sedang ada masalah maka, saat itu juga akan kami bicarakan bersama. Seandainya saat itu tidak mendapat solusinya, setidaknya dengan berbicara dan saling bercerita bisa meringankan masalahnya.

















Wednesday 20 February 2019

Story About Diandra 03 (Tentang Arti Bersyukur)

Pagi hari pukul setengah tujuh. Waktu itu saya lagi sarapan bubur ayam, saya makan berdua bareng sama Diandra di tempat langganan makan bubur tepatnya di bubur ayam syarifah di depan GOR UNY. Setelah saya selesai makan, saya cek handphone karena ada notifikasi WA dari temen saya yang ngajak minum kopi nanti malam. Selesai saya  bales WA, lalu saya kembalikan arah pandangan saya ke wajah Diandra yang sedang minum dengan menghisap es teh menggunakan sedotan tetapi pandangan matanya menyebar kesegala arah. Sedangkan gelas tempat minumnya sudah tidak berisi air teh dan hanya tersisa serpihan es yang perlahan mulai mencair.



Dalam benak saya sedikit curiga karena nggak bisanya dia diam dengan durasi lebih dari empat menit. Saya mulai menerka-nerka dalam batin saya, apa mungkin dia baru mau kedatangan tamu bulanan, atau dia lagi ada masalah, atau hmm.. ahh entah lah. Saya menghentikan percakapan batin saya dengan mengambil gelas minum saya yang berisi teh hangat yang sudah mulai dingin dan sudah tak tampak lagi uap-uap yang tadinya mengepul naik dari mulut gelas. Disaat saya sudah berhasil mempertemukan ujung bibir gelas dengan bibir saya tiba-tiba Diandra teriak.

"Ehh Wan.. liat tuh ada cewek bule seksi gede banget itunya!"
Ucap Diandra sambil menjulurkan tangannya untuk menunjukan arah.

Spontan saya langsung memutar pandangan saya ke arah yang ditunjuk Diandra dengan isi kepala yang penuh rasa penasaran dari ucapan Diandra dengan kata-kata "gede banget itunya" dan sejauh mata saya  memandang di sepanjang Jalan Colombo sekitar GOR UNY, saya sama sekali nggak menemukan orang dengan rambut pirang dan hidung mancung selayaknya ciri-ciri orang bule pada umumnya. Yang saya temukan hanya tukang becak yang sedang duduk menunggu penumpang dan Bus TransJogja yang tiba-tiba lewat. Setelah saya mulai bosan mencari, lalu saya kembalikan pandangan saya ke arah Diandra.

"Mana? Nggak ada bule lewat?" Tanya saya sedikit kecewa karena gagal mengobati rasa penasaran.
"Yahh.. Udah lewat tadi, padahal tadi ada lho. Cepet banget itu bule jalan apa lari ya?"
Kata Diandra asal ngeles.
"Ahh bohong ah, emang apanya yang gede?"
Tanya saya memastikan rasa penasaran yang belum terobati.
"Tas carriernya itu lho yang gede, dia itu tadi bawa tas carrier. Kamu pikir apa? pasti kamu mikir yang jorok kan! Dasar cowok jorok!"
Jawab Diandra ketus.
"Halah pasti kamu bohong kan!"
Kata saya curiga dengan perasaan yang nggak enak.
"Nggak percaya ya udah."
"Ehh.. Itu yang kamu minum bukannya gelas punya ku ya?"
Tanya saya  yang kaget karena tiba-tiba gelas minum Diandra masih terisi penuh.
Dan ini adalah buah kecurigaan yang saya tanam sejak tadi melihat keanehan Diandra yang tiba-tiba diam tidak seperti biasanya. Jadi dia berusaha nge-distract saya dengan bilang kalo ada bule seksi yang lewat dan saat saya lengah karena ter-distract, lalu dia dengan sigapnya menukar gelas minum saya.

"Dihh.. enak aja, orang ini minum aku, itu yang di depan kamu tuh punyamu yang udah abis. Mentang-mentang udah abis ngaku-ngaku punya orang. Pesen lagi aja sana kalo masih haus!" Jawabnya sewot. Padahal aturan saya yang sewot, kan itu minuman saya yang dia minum. Tapi saya cuma bisa pasrah yang penting dia nggak ngambek aja.
"Yaudah aku bayar dulu aja ya." Kata saya dengan nada yang santai agar tidak memancing peperangan.
"Iyaaa..." Jawab Diandra dengan wajah bahagia.

Selesai sarapan, saya langsung anterin Diandra pulang naik motor ke kostnya karena sebelumnya dia bilang ada temennya yang mau main ke kost dia. Nah, dibalik sosok Diandra yang galak, cerewet, suka ngeles, sering ngerjain saya dan banyak hal lainnya yang terkadang menjengkelkan, ternyata dia juga menyimpan sisi baik yang selalu berhasil buat saya jatuh hati sama seperti cerita Diandra di posting yang sebelumnya. Seperti dua mata koin setiap orang selalu memiliki dua sisi yang berbeda dan begitupun dia, kira-kira mungkin seperti itu gambarannya. Saat perjalanan nganter Diandra  pulang ke kost, tiba-tiba dia minta saya buat mampir ke Indomaret yang ada ATMnya, dia bilang.

"Wan, nanti mampir Indomaret yang ada ATMnya bentar ya. Aku mau ambil uang sekalian beli pembalut." Ucapnya.
"Syiapp.. nyonyah!" Jawab saya.

Sampai di depan Indomaret, Diandra turun lalu bergegas masuk dan menghampiri mesin ATM. Tidak begitu lama Diandra keluar dari Indomaret dengan mendorong pintu  yang harusnya dia tarik karena pada gagang pintunya tertulis "Tarik/Pull" lalu berjalan begitu saja, tapi tidak menuju ke arah saya. Dengan rasa penasaran, bola mata saya serta arah pandangan wajah saya bergerak mengikuti arah Diandra berjalan. Terlalu seringnya Diandra menyimpan gimmick-gimmick usil yang sering mengecoh, membuat saya selalu curiga dengan segala tingkahnya. Dalam hati saya bilang.

"Ini anak mau kemana lagi nih? Mau pulang jalan kaki? Atau jangan-jangan ada orang lain yang jemput dia?"

Tapi ternyata semua dugaan saya itu salah. Diandra menghampiri seorang ibu yang sudah cukup tua yang duduk bersandar di dinding di depan samping Indomaret. Raut wajah ibu itu tampak lelah dan berkeringat tapi bibirnya tetap bisa tersenyum lebar saat Diandra menghampirinya. Dia menjual Ubi, Jagung, Singkong dan beberapa buah-buahan yang ditata berjejer rapi di depannya. Di depan pandangan saya terlihat jelas Diandra juga ikut tersenyum bersama ibu itu. Saya nggak tau persis percakapan apa yang sedang mereka bicarakan, tapi yang jelas bisa saya rasain adalah saya ngrasa ikut senang melihat mereka.

Tiba-tiba saya nggak sengaja melihat ada cahaya kecil berkilau yang tampaknya itu adalah air mata si ibu yang menetes lalu mereka berpelukan. Tentu saja hal itu membuat saya terkejut dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang mereka bicarakan. Setelah itu Diandra berdiri dan berjalan menuju ke arah saya dengan senyum cerah di wajahnya.

"Ibu itu kasihan ya." Ucap saya dengan masih memandangi ibu itu dari jauh
"Heh..! Kamu nggak boleh gitu." Sahut Diandra yang sudah ada dihadapan saya.
"Loh.. Kenapa?"
"Nih aku kasih tau ya, ibu itu walaupun udah tua tapi masih mau usaha buat jualan dan nggak ngemis. Sikap yang harus kamu tunjukin itu bukan kasihan tapi kamu harusnya menghargai usahanya. Karena nggak semua orang ingin dikasihani, tapi setiap orang pasti ingin dihargai. Nih, aku beli dari ibu itu" Kata Diandra sambil menunjukan beberapa ubi ungu yang dibungkus plastik yang dia bawa.
"Ohh.. iya..iya.."
"Jangan cuma Ohh aja, kamu harusnya juga malu sama ibu itu. Masa baru gagal bikin usaha sekali aja udah nyerah, coba lagi lah siapa tau gagal lagi usahanya.. hahaa.."
"Kok endingnya gak enak sih?"
"Hahahaa.. Ya nggak gitu, maksudnya kalau yang namanya usaha kan nggak selalu langsung bisa berhasil ada prosesnya. Siapa tau abis gagal terus bisa berhasil."

Begitu kata Diandra, dari situ saya jadi tau kalau ada sisi baik dari Diandra yang selama ini selalu tertutupi dari sifat jailnya. Dan dari Diandra juga, saya jadi tahu tentang arti bersyukur yang sebenarnya. menurutnya, bersyukur itu bukan ketika berkata "Alhamdulillah, ternyata masih ada banyak orang yang masih tidak seberuntung aku." Walaupun diawali dengan kata Hamdallah, menurut Diandra itu bukanlah wujud dari rasa syukur tetapi itu justru menggambarkan kesombongan secara tidak langsung. Diandra pernah bilang.

"Kalau kamu merasa jadi orang yang beruntung lalu kamu bersyukur itu seolah-olah kamu merendahkan orang lain yang masih belum beruntung. Bersyukur itu bukan dengan merasa beruntung dengan apa yang sudah kamu dapat, tapi juga harus bisa berbagi dengan hal-hal yang bermanfaat."

Sejak saat itu saya merasa beruntung pernah dekat dengan Diandra, dan dengan saya membagikan cerita ini harapannya bisa bermanfaat buat kalian yang baca. Karena buat orang yang introvert dan anti sosial semacam saya, bisa dekat dengan orang yang memiliki jiwa sosial dan bisa memahami keadaan dari sesamanya itu semacam anugerah. Ya walaupun pada akhirnya saya dan Diandra kembali dipisahkan oleh takdir, tapi setidaknya ada hal positif dari Diandra yang bisa saya  ambil.





Bersambung...